Mobil Berbahan Bakar Tenaga Nuklir


Sandy Adam Mahaputra

SENIN, 5 SEPTEMBER 2011, 14:46 WIB

VIVAnews – Pencarian bahan bakar alternatif  terus dilakukan seiring terus menipisnya cadangan minyak bumi. Bahkan, para ilmuwan di perusahaan penelitian dan pengembangan Laser Power System telah mengembangkan bahan bakar dari tenaga nuklir untuk mobil.

Seperti dilansir Autoblog, Senin 5 September 2011, sistem bahan bakar ini menggunakan generator listrik turbin yang digerakkan laser berbasis thorium (logam radio aktif ringan dengan bobot atom 90).  Prinsip kerjanya pun sangat sederhana. Thorium digunakan untuk membangkitkan panas yang menghasilkan uap dalam siklus tertutup.

Uap itu kemudian menggerakkan generator pembangkit listrik. Karena hanya membutuhkan lembaran tipis aluminium foil guna mencegah radiasi bocor, sehingga reaktor mini ini sangat aman digunakan sebagai pembangkit tenaga kendaraan.

Menurut penemunya, Charles Stevens, setiap gram thorium memiliki energi yang setara dengan 28.390 liter bensin. Dengan 8 gram thorium dapat menjalankan mobil rata-rata untuk 5.000 jam atau setara dengan jarak tempuh 480.000 km atau melewati usia pakai ideal kendaraan itu sendiri.

Sebelumnya, Cadillac pernah memperkenalkan mobil konsep bertenaga thorium di Chicago Auto Show 2009 lalu yang dirancang oleh Lorus Kulesus.

Kendaraan tersebut memang belum memiliki reaktor pembangkit tenaga nuklir dari Thorium yang benar-benar berfungsi. Tetapi, General Motors telah memikirkan sebuah ide menarik untuk membuat dan memamerkan konsep mobil ini. (eh)

www.vivanews.com 

Ponsel Tak Sebabkan Tumor Otak?


Indra Darmawan

MINGGU, 17 JULI 2011, 14:55 WIB

 
 

VIVAnews – Menggunakan ponsel selama bertahun-tahun ternyata tidak akan menambah resiko orang terkena penyakit kanker otak jinak. Demikian hasil dari sebuah riset terakhir yang dilakukan oleh ilmuwan Denmark.

Riset yang melibatkan pengumpulan data dari 2,9 juta orang Denmark, itu menyimpullkan bahwa para pengguna ponsel selama 11 tahun atau lebih, tidak memiliki tumor jenis ini, atau disebut juga dengan nama vestibular schwannomas

Hasil penemuan ini kontradiktif dengan banyak penelitian sebelumnya. Ilmuwan dari Denmark ini mengatakan bahwa mereka tidak menemukan hubungan jangka panjang antara ponsel dengan perkembangan tumor itu.

Vestibular schwannomas adalah penyakit tumor ringan yang secara teoritis timbul dari energi yang terserap oleh otak dari medan elektromagnet yang dihasilkan oleh ponsel. Pada riset sebelumnya, World Health Organization mengklasifikasikan ponsel sebagai penyebab potensial kanker (karsinogen). 

Riset yang dilakukan oleh ilmuwan Denmark ini adalah salah satu yang terbesar untuk meneliti masalah ini. Penelitian ini hanya mendata berapa lama seseorang telah menjadi pengguna ponsel. Namun, tidak mendata seberapa sering orang tersebut menggunakan ponsel. 

Menurut, David Savitz, seorang profesor dari Brown University yang duduk dalam panel penelitian WHO itu, penemuan terbaru ini menjadi salah satu pembuktian ketiadaan hubungan antara pemakaian ponsel dengan peningkatan resiko vestibular schwannomas. Namun, kata Savitz, penelitian di bidang ini masih perlu terus dilakukan.

Vestibular schwannomas tumbuh di sekitar sel otak dan melibatkan fungsi pendengaran dan keseimbangan seseorang. Tumor ini akan menyebabkan seseorang kehilangan pendengaran, pusing-pusing, serta kehilangan keseimbangan.  

Bila tumor ini tumbuh semakin besar, tumor ini mungkin akan menekan daerah-daerah otak yang penting sehingga bisa juga mengancam jiwa pengidapnya.

Karena tumor jenis ini adalah tumor yang pertumbuhannya sangat lambat, jadi masih ada kemungkinan tumor ini diketahui setelah lebih dari 11 tahun. Oleh karenanya, para peserta penelitian musti terus dimonitor untuk mengetahui perkembangan vestibular schwannomas, dalam tubuh mereka. (adi)

 
 

www.vivanews.com 

Ditemukan Bakteri yang Mampu Pengaruhi Otak


Muhammad Firman

MINGGU, 4 SEPTEMBER 2011, 07:01 WIB

VIVAnews – Ilmuwan telah menemukan salah satu jenis bakteri usus yang mampu secara langsung mempengaruhi otak. Temuan ini diperkirakan mampu menyibak cara baru untuk mengontrol depresi dan kelainan psikiatrik lainnya.

Sebelumnya, peneliti sudah lama mencurigai bahwa usus ada hubungannya dengan otak, karena kelainan di bagian tubuh tersebut berkaitan dengan penyakit psikis pada manusia seperti kegelisahan dan depresi.

Untuk memastikan, para peneliti dari University College Cork di Irlandia memberikan Lactobacillus rhamnosus JB-1, bakteri yang umumnya hidup di usus manusia ke tikus.

Ternyata, tikus yang diberi asupan air kaldu yang mengandung bakteri itu memiliki perilaku terkait dengan stress, kegelisahan dan depresi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan air kaldu tanpa bakteri.

Tikus yang diberikan bakteri juga memiliki level hormon stres corticosterone yang lebih rendah saat menghadapi situasi penuh tekanan seperti ketika ia ditempatkan di dalam rintangan. Dan berhubung tikus bisa menjadi contoh yang bagus dalam mempelajari otak manusia, peneliti menyebutkan, temuan ini juga bisa diaplikasikan pada manusia.

“Dengan memanfaatkan bakteri usus, Anda memiliki efek yang sangat kuat dan luas terkait kimia dan perilaku otak,” kata John Cryan, peneliti dari University College Cork, seperti dikutip dari LiveScience, 4 September 2011.

Tanpa melebih-lebihkan segala sesuatunya, kata Cryan, temuan ini membuka konsep bahwa kita bisa mengembangkan terapi yang bisa mengobati kelainan psikiatrik dengan menyasar ususnya. “Anda bisa meminum yogurt dengan probiotik di dalamnya dan tidak menggunakan antidepresan,” ucapnya.

Meski demikian, kata Cryan, yogurt itu bukan yogurt yang biasa kita minum setiap harinya. Kami tidak menyarankan Anda pergi ke supermarket dan melakukan ini.

“Efek yang muncul tergantung dengan jenis probiotik yang Anda gunakan. Namun harapannya, cara ini menghadirkan efek samping yang lebih rendah dibanding dengan obat-obatan kimia.” (adi)

www.vivanews.com 

Awas, Jebakan Terbaru di Facebook


Muhammad Firman

SENIN, 5 SEPTEMBER 2011, 12:19 WIB

VIVAnews – Clickjacking, metode jebakan yang biasa digunakan untuk menyebarkan virus, malware, atau mencuri identitas di jejaring sosial kembali marak. Kali ini, Trend Micro, perusahaan keamanan IT, cloud, dan mobile menemukan clickjacking yang menyasar ke dalam pengguna Facebook.

Pengguna yang mendapatkan serbuan jebakan tersebar di beberapa negara, termasuk Indonesia. Adapun jebakan clickjacking hadir dalam bentuk “tiket gratis” menjelang premier-nya film box officeterbaru dunia, Twilight Saga: Breaking Dawn Part 2 yang tengah dinantikan oleh jutaan fans.

Sebuah foto yang memajang sosok Robert Pattinson dan Kristen Stewart, dua pemeran utama film tersebut, dijadikan sebagai alat pancingan. Foto itu datang bersama dengan link dan disebarkan lewat Facebook. 

“Dengan mengusung judul “Get A Free Tickets to Twilight Breaking Dawn Part 2!” pengguna Facebook dipancing untuk mengklik foto dan tautannya,” kata juru bicara Trend Micro, Senin 5 September 2011. “Sebaiknya jangan percaya begitu saja, lalu mengklik “tiket gratis” yang ditawarkan itu,” ucapnya.

Jika pengguna mengklik tombol “Share Link,” maka postingan tersebut otomatis akan di-share di wall pengguna agar menjaring lebih banyak korban. Dan jika gambar atau teks diklik, pengguna akan diarahkan ke sebuah halaman survei untuk diminta mengisi alamat email.

Setelah memasukkan alamat email, sebuah halaman konfirmasi akan muncul yang akan meminta pengguna memberikan informasi pribadi lebih banyak, seperti nomor telepon, alamat email, dan tanggal lahir.

“Mereka yang mengklik dan mengisi laman ini akan diarahkan ke sebuah halaman survei palsu yang motifnya berupa pencurian identitas,” sebut Trend Micro. 

Beberapa waktu lalu, muncul pula jebakan klik video “Badai topan Hurricane Irene” di Facebook, dengan modus yang kurang lebih sama dengan jebakan klik tiket gratis Twilight Saga. Karena itu, Trend Micro menyarankan agar pengguna Facebook berhati-hati saat beraktivitas di social media. (art)

www.vivanews.com 

Inikah Rahasia Misteri “Crop Circle”?

listentrue.livejournal.com
Crop circles yang membentuk pola cantik di luar negeri.

KAMIS, 4 AGUSTUS 2011 | 04:07 WIB

KOMPAS.com — Fenomena crop circle bisa dijelaskan secara Fisika. Pola yang muncul bisa jadi dihasilkan dari gelombang mikro dari Bumi, laser, dan GPS. Demikian dijelaskan oleh Richard Taylor, peneliti dari University of Oregon, AS, yang sekaligus mengungkap bahwa jejak pola simetris di areal pertanian tersebut tidak ada kaitannya dengan makhluk luar angkasa.

Crop circle diperkirakan muncul lebih dari 10.000 kali di sepanjang abad 20. Setiap kemunculannya selalu dikaitkan dengan keberadaan makhluk luar angkasa, bahkan hal-hal yang berhubungan dengan supranatural.

Baru pada 1991, muncul pengakuan pertama dari pembuatcrop circle. Ia mengaku membuat crop circle untuk menebar gosip tentang UFO. Meski begitu, penjelasan tersebut masih meninggalkan pertanyaan di kalangan para ilmuwan: bagaimana bisa karya seni seperti itu dibuat tanpa meninggalkan jejak sedikit pun, dan biasanya dapat rampung dalam satu malam.

Dalam penjelasannya, Richard Taylor menampik penggunaan sejumlah alat tradisional yang mungkin digunakan untuk membuat crop circle. “Di zaman modern, penggunaan papan dan tali untuk merebahkan tanaman dan bangku untuk melompat dari satu area ke area lain agar tak meninggalkan jejak, rasanya terlalu merepotkan untuk mendapatkan hasil dalam waktu singkat,” kata Taylor.

Menurut Taylor, pembuat crop circle dapat menggunakan perangkat berteknologi tinggi, seperti perangkat GPS untuk menempatkan bentuk dan magnetron, tabung yang menggunakan tenaga listrik dan magnet untuk menghasilkan panas tinggi, untuk merebahkan tanaman dengan kecepatan tinggi.

Meski terkesan sahih dan masuk akal, penjelasan Taylor tidak serta-merta bisa diterima, sampai ada pembuat crop circle yang mau menjelaskan trik-trik pembuatannya. Meski begitu, pernyataan Taylor yang dimuat di Physics World ini bisa dijadikan referensi.

“Taylor sudah bertindak sebagai ilmuwan yang baik, menguji fakta terkait desain dan konstruksi crop circle tanpa terbawa arus UFO, gosip, dan alien,” kata Matin Durrani, editor Physics World. (National Geographic Indonesia/Ni Ketut Susrini)

Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/08/04/04073985/Inikah.Rahasia.Misteri.Crop.Circle