Ada Kandungan Migas di Blok Pantai Barat Sarmi

SPAO Ltd. Siap Melakukan Eksplorasinya Mulai Tahun Ini

Nicholas Meset Direktur Umum dan SDM PT. Sarmi Papua Petroleum berbincang – bincang dengan Bupati Sarmi Drs. E. Fonataba, MM sebelum acara presentasi potensi migas di kawasan Pantai Barat SarmiSarmi—Kurang lebih ada 100 juta barel minyak bumi dan sekitar 1,214 trilyun kubik gas bumi di blok Northtern Papua Kabupaten Sarmi yang hak dan izin pengelolaannya telah berhasil di kantongi oleh PT. Sarmi Papua Petroleum bekerja sama dengan Ridlatama Group,  sebuah perusahaan yang telah malang melintang di dunia perminyakan dan gas bumi di Indonesia.

Hal tersebut di ungkapkan salah satu Komisaris PT. Sarmi Papua Petroleum Anang Mudjianto di dampingi salah seorang Direktur nya, Nicholas Messet  salah seorang putra asli Sarmi yang sudah beberapa tahun terakhir ini mencetuskan dan memperjuangkan masuknya perusahaan migas di Kabupaten Sarmi,  khususnya di Distrik Pantai Barat.

Dalam presentasi dan pemaparan potensi minyak dan gas yang dilakukan oleh keduanya Jumat (23/7) di Aula Kantor Bupati di Kota Baru Petam kemarin, terungkap,  dari 16.000 Km2 areal yang mereka usulkan ke pemerintah pusat, seluas 8.541 Km2 telah mendapat persetujuan pemerintah pusat untuk menjadi lahan eksplorasi mereka.

“kita tanda tangan kontrak sejak 5 Mei lalu, dan sesuai rencana sekitar awal Oktober kita sudah berkantor di Sarmi dan memulai tahapan selanjutnya selama 3 tahun pertama yakni eksplorasi, dan study seismeig untuk mencari titik penggalian yang tepat dari areal yang telah disetujui”, jelas Anang Mudjiantoro di hadapan beberapa masyarakat dari Pantai Barat.

Disinggung mengenai kompensasi, Nicholas Meset menegaskan bahwa pihaknya tidak menggunakan pola jual beli tanah, namun nantinya pihak perusahaan jelas akan memberikan sejumlah dana sesuai kesepakatan bersama yang dinilai pantas dan di kelola oleh sebuah lembaga khusus untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

“tanah tetap milik masyarakat, kita hanya hak pakai saja, namun yang terpenting kita coba mengembangkan satu pola CSR yang lebih mengedepakan transfer skill dan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pekerjaan”, tambah Anang selaku Komisaris.

Sedangkan untuk kontribusi bagi daerah baik itu Kabupaten maupun Provinsi Anang belum bisa memberikan angka yang pasti, namun menurutnya aturan tentang hal itu sudah ada yang baku dan mereka jelas mengikuti aturan yang ada sebagaimana diatur oleh BP Migas.

“kita tidak bisa memberikan estimasi yang pasti tentang besaran yang akan diterima oleh daerah baik kabupaten maupun provinsi, namun sudah ada aturan dan prosentasenya yang jelas”, katanya

Sementara itu Wakil Gubernur Provinsi Papua Alex Hesegem, SE dalam lawatannya ke Pulau Liki beberapa hari lalu menegaskan bahwa setiap investor yang masuk ke Papua harus memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk kepemilikan saham sehingga hasilnya bisa dirasakan secara berkesinambungan. (amr)

Sumber : http://papuanews.posterous.com/ada-kandungan-migas-di-blok-pantai-barat-sarm

Pemerintah Kirim Peralatan Ke Wilayah Pengembangan Jarak Pagar

JAKARTA : Pemerintah telah mendistribusikan sekitar 288 unit alat pengepres biji pagar dan 250 unit alat pemurnian minyak ke beberapa wilayah pengembangan jarak pagar. Pada tahun-tahun pertama diharapkan biji jarak pagar dapat dimanfaatkan langsung sebagai bahan bakar untuk memasak. Namun, apabila di daerah tersebut telah tersedia alat pengupas dan alat pengepres, biji jarak pagar dapat diambil minyaknya sebagai pencampur minyak tanah, baik untuk memasak ataupun penerangan.

 
 

Seperti dikuti dalam siaran pers Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Kamis (17/7), penyediaan peralatan tersebut untuk berbagai wilayah pengembangan jarak pagar, terkait dengan kebijakan menuju terbentuknya Desa Mandiri Energi (DME).

 
 

Distribusi peralatan dilaksanakan ke beberapa propinsi dan kabupaten, seperti Sumatera, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

 
 

Jika masih ada sisa produksi, pemerintah menata beberapa cara penjualan produk pada para petani, baik dalam bentuk minyak murni, ataupun dalam bentuk biji. Minyak murni jarak pagar bisa dijual ke PT PLN sebagai pencampur solar yang digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu, Badan Litbang Departemen ESDM juga dapat membeli minyak murni untuk dijadikan biodiesel.

 
 

Petani juga dapat menjual minyak murni maupun biji jarak ke beberapa perusahaan swasta seperti PT Indo Bioenergy, PT Indocement, dan PT Tri Agri Odjahan.

 
 

Berdasarkan perhitungan DESDM , 3-4 kilogram biji jarak pagar kering dapat menghasilkan 1 liter minyak jarak pagar murni. Beberapa pengusaha saat ini membeli biji jarak pagar kering antara Rp 1.000 – Rp 1.200 per kilogram biji kering di tempat petani, sedangkan PT Indocement membeli dengan harga Rp 1.650 per kilogram.

 
 

Agar penjualan produk minyak dan biji jarak pagar dapat berjalan dengan baik serta berkelanjutan, petani diharapkan dapat membentuk suatu Usaha Bersama dan menghubungi pemerintah daerah cq Dinas Perkebunan, Pertanian atau Energi yang terkait dengan pengembangan BBN. (Lea

Sumber : http://portal.ristek.go.id/news.php?page_mode=detail&id=1121

Pabrik Biodiesel OKUT Butuh Pasokan Jarak Pagar

Martapura, Sumatera Selatan : Pabrik biodiesel dan pengolahan minyak jarak pagar yang dibangun di Provinsi Sumatera Selatan, sejak 2006 hingga kini pengoperasiannya masih terhambat ketersediaan bahan baku yakni biji jarak pagar (Jathropa curcas).

      
 

 “Masyarakat tidak tertarik menanam jarak yang bijinya hanya bisa dijual seharga Rp2.000 per kilogram, mereka lebih suka menanam karet yang getahnya berharga Rp12 ribu sampai Rp14 ribu per kilogram,” kata Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), Sumatera Selatan, Kholid Mawardi disela penyerahan pabrik biodiesel dan pengolah biji jarak dari Kementerian Riset dan Teknologi kepada pemerintah Kabupaten OKUT di Martapura,Minggu (17/1).

      
 

Menurut Kholid Mawardi , harga biji jarak pun sulit dinaikkan karena untuk membuat satu liter minyak biodiesel dibutuhkan tiga kilogram biji jarak sehingga jika ditambah dengan biaya produksi lain maka harga jual biodiesel lebih besar dari harga solar bersubsidi yang sekitar Rp 4.500 per liter.

      
 

Kholid mengatakan, sebenarnya masyarakat di wilayahnya sudah biasa menanam jarak pagar namun hanya untuk memagari kebun. Dia berharap pemerintah memberikan subsidi kepada petani yang menanam jarak pagar supaya masyarakat termotivasi menanam tanaman yang bisa tumbuh di lahan marjinal itu guna memenuhi kebutuhan produksi minyak biodiesel.

 
 

Pabrik biodiesel berkapasitas enam ton per hari di OKUT yang pengoperasiannya diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga kini tidak bisa setiap hari beroperasi karena terkendala ketersediaan bahan bakunya.

 
 

Penanaman ribuan pohon jarak pagar di wilayah itu, yang kini telah berbuah, pun belum bisa menjamin pasokan bahan baku dalam jumlah memadai secara berkesinambungan. Saat memberikan sambutan pada penyerahterimaan pabrik, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata mengakui kekurangan itu.

       
 

Namun, kata Suharna Surapranata , bagaimanapun sumber daya energi fosil di Indonesia sudah sangat terbatas sehingga sumber energi alternatif harus terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi pada masa depan.

 
 

“Cadangan minyak bumi tinggal untuk 20 tahun lagi, gas alam akan habis 50 tahun lagi, cadangan batu bara juga rendah. Energi alternatif adalah upaya untuk menjamin keberlanjutan penyediaan energi berdampak lingkungan minimal,” katanya.

       
 

 Selain menyerahkan pabrik biodiesel kepada Kabupaten OKUT, Kementerian Riset dan Teknologi juga menyerahkan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida, dengan energi dari angin, surya serta diesel dari biji jarak dan kosambi), kepada Kabupaten Rote Ndao dan Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur. (dew/L)

Sumber : http://portal.ristek.go.id/news.php?page_mode=detail&id=1697

Sampah Buah-buahan Dapat Hasilkan Bioetanol

Jakarta : Sampah buah-buahan kini dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol. Saat ini tengah disempurnakan metode pembakaran untuk menekan biaya jual.

 
 

” Kami sudah mencoba mengolah berbagi jenis buah. Terpenting jenis yang manis, karena bisa menghasilkan glukosa dengan kadar lebih tinggi,” ujar Antonius Lulut Iswanto, pemilik proyek bioetanol dari buah di Jakarta hari ini.

 
 

Antonius mengatakan, sampah buah-buahan cukup banyak tersedia dan kurang dimanfaatkan. “Dari 1 truk buah sekitar 30 persen dibuang. Lalu ada ide mengolah menjadi bioethanol dibantu rekan-rekan yang selama ini bergerak di bidang bioetanol,” ujarnya.

 
 

Dari uji coba yang dilakukan, dapat dihasikan bioetanol dengan kandungan sekitar 85 persen. “Kami lakukan berkali-kali dengan mesin khusus untuk memproses selulosa menjadi glukosa. Terbaik jeruk dengan kulitnya. Kemudian melalui proses pembakaran dihasilkan bioetanol,” ujarnya.

 
 

Kendati demikian, proses pembakaran yang dilakukan selama ini cukup mahal sehingga tengah dilakukan uji coba menggunakan sekam (organik kering). “Biaya jual bisa ditekan lebih murah, bahkan hasil pembakaran bisa dijual kembali,” ujar Antonius.

 
 

Bioetanol yang dihasilkan hingga kini baru dijual pada kalangan industri, dan belum dimanfaatkan penduduk sekitar. (Lea)

Sumber :

Dibangun PLT Angin Komersial Pertama di Indonesia

Indonesia akan memasuki era baru dalam implementasi energi baru terbarukan (EBT) jika pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang tengah dirintis PT Viron Energy terealisasi. Mengingat hingga kini belum ada PLT-Angin yang beropersi secara komersial. Perusahaan Indonesia ini akan membangun PLT Angin berkapasitas 10MW di Desa Taman Jaya, Sukabumi. Rencananya, PLT Angin akan dibangun di lima titik dan masing-masing titik dilengkapi dengan turbin yang dapat menghasilkan dua megawatt.

Menurut Direktur PT Viron Energy Poempida Hidayatulloh, saat ini pihaknya telah menyelesaikan proses perizinan, studi kelayakan dari sisi teknis maupun finansial. Diharapkan pada akhir April pembicaraan dengan PLN tentang power purchase agreement (PPA) sudah selesai.

 “Dari hitung-hitungan yang telah lakukan, kami akan menawarkan sekitar Rp850 kwh per hour untuk pembelian jangka waktu 20 tahun. Harga tersebut dirasa pas setelah memperhitungkan tax holiday yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan. Sampai kini PLN menawarnya Rp656 kwh per hour. Semoga kami segera menemukan titik temu,” kata Poempida yang juga menjabat Ketua Komite Tetap Energi Berbasis Lingkungan Kadin.

Diakui Poempida, nilai beli dari PLN adalah yang selama ini menjadi kendala bagi pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. “Ini yang harus dicari solusinya bersama-sama,” katanya.

Dari kapasitas terbangun 10 MW, kapasitas produksi PLT Angin ini per tahun rata-rata hanya sebesar 20 persennya atau 286 ribu watt hour/tahun. “20 persen itu sudah bagus. Hal ini karena kami memperhitungkan kondisi angin,” jelas Poempida.  

Kecepatan angin rata-rata di Desa  Taman Jaya, Sukabumi sebesar 7,3 m/detik pada ketinggian 45 meter. Rencananya turbin akan akan dibangun dengan ketinggian 80 meter sehingga akan diperoleh kecepatan angin yang lebih tinggi.

Untuk studi kelayakan teknis, Viron Energy didukung oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (P3TKEBT) Badan Litbang Energi dan Sumberdaya Mineral Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Sementara untuk pembangunannya, Viron Energy menggandeng Suzlon untuk pengadaan turbin dan PT Adhi Karya untuk pembangunan pondasi hingga tower. “Secara keseluruhan kandungan lokal dalam PLT Angin ini sebesar 30 persen,” kata Peompida. Disebutkan, investasi Viron Energy untuk pembangunan PLT Angin berkapasitas 10 MW ini sebesar 14 juta dolar AS dengan perhitungan 1,4 juta dolar AS untuk 1 MW. ]

(dra)

Sumber :